Maharani Myeongseong (lahir 19 Oktober 1851 – meninggal 8 Oktober 1895 pada umur 43 tahun, juga dikenal dengan nama Ratu Min) adalah seorang ratu sekaligus istri pertama dari Kaisar Gojong, raja ke-26 dari Dinasti Joseon. Pada tahun 1902, ia mendapatkan gelar penuh Hyoja Wonseong Jeonghwa Hapcheon Honggong Seongdeok Myeongseong Taehwanghu (孝慈元聖正化合天洪功誠德明成太皇后) yang disingkat menjadi Myeongseong Hwanghu (明成皇后).
Maharani Myeongseong lahir dari keluarga bangsawan Min Yeoheung pada tanggal 19 Oktober 1851 di Kabupaten Yeoju, Gyeonggi.
Wangsa Min Yeoheung adalah kaum yangban yang menempatkan banyak tokoh penting dalam bidang pemerintahan, bahkan tiga orang ratu Joseon berasal dari wangsa Min Yeoheung, yakni Ratu Wongyeong, istri pertama Raja Taejong, Ratu Inhyeon dari istri Raja Sukjong. Ibu dan istri Daewongun (ayah Gojong) pun berasal dari wangsa Min Yeoheung, dan mereka mendukung Myeongseong menjadi ratu. Sebelum menikah, Myeongseong dikenal sebagai anak perempun Min Chi-rok. Beberapa catatan fiksi menyebutkan nama aslinya adalah Min Ja-yeong (閔紫英). Pada usia 8 tahun, ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan sedikit yang dapat diketahui tentang ibu dan masa kecilnya, serta penyebab dari kematian kedua orang tuanya.
Gojong menikah saat mencapai usia 15 tahun dan ia sangat selektif dalam mencari pasangan. Gojong mencari seorang ratu yang tidak memiliki relasi dekat yang dapat menjalankan politik serta dapat membela kepentingan istana dan rakyat. Satu per satu wanita ditolak sampai istri Daewongun, ibunda Gojong (Yeoheung Budaebuin) mengajukan calon pengantin yang cocok dari garis keluarga mereka, wangsa Min Yeoheung. Deskripsi yang diberikannya adalah seorang gadis yatim piatu dengan wajah yang cantik, tubuh yang sehat, serta taraf pendidikan yang sedang. Pertemuan pertama calon pengantin dengan Daewongun dapat dengan mudah dilaksanakan karena ia tinggal di Anguk-dong yang dekat dengan istana.
Pertemuan tersebut berhasil, dan pada tanggal 20 Maret 1866, anak gadis dari wangsa Min tersebut resmi menikah dengan Gojong. Foto pernikahan mereka diambil di Aula Injeong di Istana Changdeok. Dalam upacara penobatannya, ia diangkat menjadi Ratu Joseon dan bergelar Yang Mulia Ratu Min (閔大妃). Setelah menjadi ratu, di istana ia disapa Jungjeon Mama (harfiah; Yang Mulia Istana Tengah) Ratu Min dikenal memiliki sifat ambisius dan terus terang, sangat berbeda dengan ratu-ratu yang lain sebelumnya. Ia tidak pernah berpartisipasi dalam pesta pora istana yang ia anggap sebagai pemborosan, dan juga jarang sekali meminta dibuatkan pakaian yang mewah. Ia pun tidak pernah menghadiri pesta minum teh sore hari dengan para putri dan anggota istana lain, malahan ia lebih suka berurusan dengan masalah politik. Sebagai ratu, ia diharapkan untuk dapat berperilaku sebagaimana mestinya kaum kelas atas, namun ia menolak perilaku seperti ini. Ia lebih suka berkutat mempelajari buku-buku politik yang biasanya dibaca kaum pria seperti Riwayat Musim Semi dan Musim Gugur (春秋), Komentar Zuo (춘추좌씨전) serta berbagai buku filsafat, sejarah, ilmu pengetahuan, politik dan agama.
Menjelang dewasa, Min secara diam-diam membuat faksi rahasia penentang Heungseon Daewongun. Pada usia 20, ia mulai keluar masuk kediamannya di Istana Changgyeong dan berkiprah aktif dalam politik. Sifatnya yang agresif dalam masalah politik mulai tidak disukai para pejabat tinggi karena dianggap suka mencampuri urusan mereka begitu pula dengan Heungseon Daewongun.
Konflik Min dengan ayah mertuanya mencuat ke permukaan saat anak laki-laki yang dilahirkannya meninggal karena lahir prematur. Heungseon Daewongun mengeluarkan pernyataan bahwa Min tidak dapat melahirkan bayi yang sehat dan menganjurkan Gojong untuk punya anak dari selir Yeongbodang Yi. Pernyataan ini sangat menyinggung perasaanya. Pada tahun 1880, selir tersebut melahirkan bayi laki-laki sehat yang diberi nama Pangeran Wanhwagun yang kemudian digelari Heungseon Daewongun menjadi Putra Mahkota.
Min merespon dengan faksinya bersama para pendukungnya yang terdiri dari para pejabat tinggi, sarjana serta anggota keluarganya untuk menjungkirbalikkan kursi kekuasaan Heungseon Daewongun. Bersama seorang anggota keluarganya, Min Seung-ho dan sarjana Choe Ik-hyeon, ia menulis surat resmi yang meminta agar Heungseon Daewongun segera diturunkan dari kekuasaanya kepada Dewan Administrasi Istana. Min menyebutkan alasan bahwa Gojong yang telah berusia 22 tahun harus memerintah dengan kekuatannya sendiri. Surat itu pun diterima dan Heungseon Daewongun dipaksa untuk pensiun ke kediaman pribadinya di Yangju pada tahun 1872. Ratu Min lalu mengasingkan selir Yeongbodang Yi dan anaknya ke desa di luar kota dan mencopot semua gelar istananya. Tak lama kemudian anak selir tersebut meninggal dan beberapa mulai mengkritik Min karena perbuatannya.
Dengan keluarnya Heungseon Daewongun, selir dan anaknya dari istana, sekarang Min memegang kendali penuh atas istana serta menempatkan anggota wangsanya dalam berbagai posisi penting di istana. Peran politik Ratu Min dianggap lebih aktif dibandingkan suaminya sendiri.
Pemerintahan kolonial Jepang menganggap Myeongseong sebagai kerikil dalam usaha ekspansi kolonialismenya. Berbagai usaha untuk mengenyahkannya dari arena politik sengaja dilakukan oleh ayah dari Raja Gojong, Heungseon Daewongun (tokoh yang dikenal sangat dekat dengan Jepang). Namun, hal ini malah membuatnya semakin keras dalam menentang Jepang.
Setelah kemenangan Jepang dalam Perang Sino-Jepang, Ratu Min semakin mempererat hubungan Joseon dan Rusia untuk mengantisipasi pengaruh Jepang yang semakin meluas atas Korea karena Heungseon Daewongun yang memihak Jepang. Gubernur Jepang untuk Korea saat itu adalah pensiunan letnan jenderal bernama Miura Goro. Miura Goro diduga berada di belakang faksi yang didirikan Daewongun untuk mendukung Jepang.
Maharani Myeongseong mengalami akhir hidup yang mengenaskan pada pagi hari tanggal 8 Oktober 1895 karena dibunuh oleh mata-mata yang menyusup ke Istana Gyeongbok.
Pembunuhan Maharani Myeongseong menimbulkan protes dunia internasional. Untuk meredakan kritikan, pemerintah Jepang memanggil Miura dan menuntutnya di Pengadilan Distrik Hiroshima, sementara para personel militer yang terlibat didakwa di pengadilan militer. Namun keputusan hakim menyatakan mereka tidak bersalah karena tidak ditemukan adanya bukti yang cukup kuat.
Setelah peristiwa Aneksasi Jepang oleh Korea pada tahun 1910, Miura diberi penghargaan dan jabatan di Dewan Pribadi (Sumitsuin), badan penasihat Kaisar Jepang.
Di Korea Selatan, perhatian masyarakat semakin meningkat terhadap profil kehidupannya yang berakhir tragis. Kisah hidupnya diangkat dalam berbagai pertunjukkan drama tv dan teater musikal serta novel-novel. Ia dianggap sebagai salah seorang pahlawan wanita yang berperan penting dalam politik dan diplomasi untuk mempertahankan harga diri negara daripada campur tangan pihak asing.
Pada tahun 1882, karena merasa dianaktirikan, unit militer lama mengamuk dan merusak kediaman Min Gyeom-ho, seorang relasi ratu yang bertanggung jawab sebagai pimpinan pelatihan anggota prajurit baru. Mereka pergi menuju ke rumah Daewongun dan meminta dukungan padanya.
Daewongun memerintahkan mereka untuk menyerang pusat kota Seoul, distrik duta besar asing, dan fasilitas-fasilitas publik lain. Mereka juga menyerang seperti pos polisi untuk membebaskan rekan mereka yang ditahan lalu merusak kediaman para saudara ratu. Beberapa pelatih unit militer Jepang terbunuh dan senjata mereka dirampas. Duta besar Jepang pun hampir terbunuh namun berhasil menyelamatkan diri ke Incheon. Kelompok pemberontak ini akhirnya merangsek masuk ke Istana Gyeongbok dengan sasaran raja dan ratu. Keduanya berhasil diungsikan ke rumah relasi Ratu Min di Cheongju dengan cara menyamar.
Saat Heungseon Daewongun tiba di istana, ia langsung mengambil alih kendali pemerintahan dan memerintahkan para pendukung Ratu Min untuk dihabisi satu per satu. Segala kebijakan yang sebelumnya dibuat oleh Ratu Min dihapus dan ide negara yang tertutup segera dikembalikan serta mengusir para utusan Cina dan Jepang dari Korea.
Mendengar keributan yang terjadi di Korea dari utusan Min, Li Hung-chang mengirimkan bantuan 4.500 orang tentara untuk mengatasi kericuhan dan sekaligus menyelamatkan kepentingan mereka di Korea. Pasukan segera menangkap Daewongun dan dibawa ke Cina untuk diadili karena perbuatannya. Min dan Gojong kembali ke istana dan memulihkan peraturan dan kebijakan yang lama.
Pemerintah Jepang memaksa Raja Gojong tanpa sepengetahuan Ratu Min untuk menandatangani perjanjian pada tanggal 10 Agustus 1882 untuk membayar sebanyak 550.000 yen atas kerugian yang mereka derita akibat kerusuhan. Mereka juga menginginkan agar duta besar mereka dijaga ketat. Saat Min mengetahui tentang perjanjian tersebut, ia mengajukan permintaan kepada pemerintah Cina untuk kebijakan perdagangan yang baru dengan memberikan hak khusus untuk melewati pelabuhan-pelabuhan yang tidak dilalui Jepang. Min juga meminta agar komandan militer Cina dapat melatih unit militer Joseon yang baru.
Ratu Min dianggap sebagai inovator yang brilian dalam memajukan pendidikan dan media massa di Korea. Setelah sebagian besar tentara Jepang keluar dari Korea dan pasukan Cina mengamankan wilayah perbatasan, rencana untuk moderenisasi mulai dilaksanakan. Tahap pertama adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan dengan membangun akademi yang menggunakan bahasa Inggris dan kurikulum sekolah barat.
Pada bulan Mei 1885, sebuah sekolah berbahasa Inggris pertama di Korea dibuka atas prakarsa ratu. Sekolah yang bernama Yugyeong Gungwon tersebut mendidik anak-anak para bangsawan dengan pengajar seorang misionaris Amerika bernama Dr. Homer B. Hulbert dan 2 orang pengajar lain. Sekolah ini mempunyai 2 departemen, departemen 1 mengajarkan tentang pendidikan liberal dan yang ke-2 mengajarkan tentang pendidikan militer.
Pada saat yang sama pula, ratu memprakarsai pendirian akademi pendidikan untuk perempuan yang pertama kali di Korea, yang sekarang dikenal dengan nama Universitas Ewha. Institusi ini disambut baik oleh masyarakat karena seluruh perempuan Korea dari kaum rakyat bawah maupun bangsawan berhak mengikuti pendidikan di akademi ini. Pada tahun 1887, dengan bantuan perawat berkebangsaan Amerika bernama Annie Ellers mendirikan sebuah sekolah perempuan lain yang bernama Akademi Yeondong. Ratu Min tidak hanya memperkenalkan bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para murid sekolah, namun juga mengajarkan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Perancis, Jerman dan Spanyol.
Para misionaris Kristen berperan penting dalam penyampaian pendidikan moderen pertama di Korea. Tidak seperti Daewongun yang keras terhadap orang Kristen, Ratu Min menjalin hubungan persahabatan dengan para misionaris dan ia sangat menghargai pengetahuan dan keterampilan yang mereka ajarkan. Ratu Min dikenal sebagai tokoh yang mendukung toleransi terhadap umat Kristiani dengan mendirikan sekolah Kristen pertama di Korea yang bernama Akademi Baeje pada bulan Juni 1885. Sekolah Kristen lain didirikan pada tahun yang sama atas bantuan Dr. Horace G. Underwood dari Gereja Presbiterian Utara dari Amerika Serikat bernama Akademi Kyeongshin. Sekolah lain didirikan di luar ibukota seperti sekolah lanjutan Kwangseon di Pyongyang dan Sungdok di Yongbyon.
Surat kabar pertama yang terbit di Korea adalah Hanseong Sunbo yang diprakarsai oleh raja dan ratu. Surat kabar ini dicetak dalam karakter hanja dan terbit 3 kali sebulan. Naskahnya dikerjakan oleh para pejabat pemerintahan di kantor Pangmun-guk, sebuah agen Menteri Luar Negeri. Isinya memberitakan tentang berita-berita, esai serta artikel tentang kejadian-kejadian penting di Korea. Pada bulan Januri 1886, surat kabar lain juga diterbitkan dengan dukungan raja dan ratu bernama Hanseong Jubo (Mingguan Hanseong). Hanseong Jubo dicetak dalam tulisan hangeul dengan kombinasi hanja. Penerbitan surat kabar di Korea memainkan peran penting sebagai media komunikasi masyarakat sampai akhirnya ditutup pada tahun 1888 atas tekanan Cina. Pemerintah Cina merasa khawatir akan meningkatnya kritikan yang ditujukan terhadap mereka. Raja dan ratu Joseon menjamin kemerdekaan terhadap pers, ide yang diadposi dari barat, gagasan yang tidak berkembang di Jepang dan Cina. Surat kabar lain terbit dalam cetakan penuh hangeul pada tahun 1894 berjudul Hanseong Sinbo. Koran ini ditulis sebagian dalam bahasa Jepang.
Jumat, 30 April 2010
Ratu Min
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar