BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 30 April 2010

Kaisar Yongle


Kaisar Yongle (Hanzi: 永乐, lahir di Nanjing, Cina, 2 Mei 1360 – meninggal 12 Agustus 1424 pada umur 64 tahun) adalah kaisar ke-3 dari Dinasti Ming, Tiongkok yang memerintah dari tahun 1402 hingga 1424.

Ia terlahir dengan nama Zhu Di (朱棣), putra ke-4 dari Zhu Yuanzhang (Kaisar Hongwu). Ia menjadi kaisar setelah menggulingkan keponakannya melalui kudeta berdarah yang dikenal dengan nama Insiden Jingnan (靖难之变). Yongle adalah salah satu kaisar terbaik yang pernah memerintah Tiongkok. Prestasinya antara lain mengirim ekspedisi pelayaran keliling dunia dibawah pimpinan kasim Zheng He sehingga budaya dan keagungan Tiongkok tersebar ke seluruh penjuru dunia dan menyunting Ensiklopedia Yongle (永乐大典), ensiklopedia pertama yang terbesar dan terkomprehensif di dunia. Dialah yang memindahkan ibukota Ming dari Nanjing ke Beijing yang tetap menjadi ibukota hingga kini.

Zhu Di dilahirkan pada 2 Mei 1360 di Nanjing dari hubungan Hongwu dengan Permaisuri Ma (namun ada dugaan ia lahir dari selir lain). Ia tumbuh dalam lingkungan yang baik ketika Dinasti Ming sedang pada masa jayanya. Ayahnya mendidiknya dan saudara-saudaranya dengan pendidikan yang memadai, mereka juga dianugerahi gelar kepangeranan dan wilayah kekuasaan. Zhu Di sendiri mendapat gelar Pangeran Yan (燕王) dan menguasai Beiping (sekarang Beijing dan wilayah Hebei).

Ketika ia pertama kali datang ke Beiping, wilayah itu sedang dalam kondisi menyedihkan dengan kelaparan, wabah penyakit, dan gangguan keamanan di perbatasan dari suku-suku Mongol. Zhu Di bekerja keras untuk memperbaiki kondisi ini sehingga berhasil meraih dukungan rakyat disana. Ia juga seringkali memerangi Mongol di perbatasan dengan dibantu oleh mertuanya, jenderal Xu Da, yang juga adalah salah satu jenderal yang berjasa dalam pendirian Dinasti Ming.

Zhu Di memberikan kontribusi besar dalam memperkuat pertahanan di perbatasan utara dan mengatasi gangguan keamanan dari Mongol. Ayahnya dan para bawahannya sangat mengagumi keberanian dan bakat kepemimpinannya. Ia adalah seorang yang mahir dalam seni perang, ilmu bela diri, dan sastra. Atas dasar ini Hongwu mempertimbangkan untuk memilihnya sebagai penerusnya berhubung ketiga kakak Zhu Di yaitu putra mahkota Zhu Biao, Zhu Shuang, dan Zhu Gang telah mati muda. Hongwu makin terkesan padanya setelah ia mampu melengkapi puisi jauh lebih baik dibanding cucunya Zhu Yunwen, yang adalah calon kaisar berikutnya. Namun atas keberatan dari beberapa menteri konservatif yang berpegang pada tradisi hak anak sulung, Hongwu pun tidak punya pilihan lain selain tetap menjadikan Zhu Yunwen, yang adalah putra sulung dari putra mahkota Zhu Biao, sebagai penerusnya.

Setelah berhasil menggulingkan keponakannya Zhu Di menjadi kaisar dengan gelar Kaisar Yongle atau juga dikenal dengan nama kuilnya Kaisar Ming Chengzu (明成祖). Ia mengawali rezimnya dengan perburuan dan pembantaian terhadap para pendukung Jianwen. Banyak menteri, jenderal, kasim, dayang, dan orang-orang yang melayani keponakannya dihukum mati dalam waktu beberapa hari setelah naik tahta. Metode hukuman mati yang dikenal dengan nama pemusnahan sembilan keturunan (诛九族, zhu jiuzu) diterapkan. Mereka yang dikenai hukuman ini bernasib sangat tragis, karena seluruh keluarganya dari buyut hingga cicitnya turut dihabisi. Metode kejam ini telah berlangsung sejak zaman Dinasti Qin dan berakhir pada tahun-tahun terakhir Dinasti Qing.

Yongle memerintahkan Fang Xiaoru, seorang sejarawan dan menteri Jianwen untuk membuat naskah proklamasi untuk penobatannya sebagai kaisar. Fang, sebagai hamba yang setia menolak dengan tegas dan mencampakkan kuas di hadapan Yongle. Yongle menantangnya, “Anda mungkin tidak takut mati, tapi apakah anda tidak takut jika keluarga anda hingga sembilan keturunan digiring ke panggung hukuman mati ?”. Fang menjawab, “Jangankan sembilan, sepuluh pun silakan ! aku tetap tidak akan menuliskannya !” setelah berkata demikian ia menulis sebuah kalimat di kertas dan melemparkannya pada Yongle. Kalimat yang berbunyi ‘maling dari Yan mencuri tahta’ itu membuat Yongle murka sehingga memerintahkan Fang disiksa dengan kejam. Seluruh keluarga, kerabat, sahabat dan muridnya ditangkap dan dihukum mati satu persatu di hadapannya untuk membuatnya berubah pikiran. Namun Fang tetap berdiri dengan tenang menyaksikan orang-orang yang dicintainya mati di depan matanya tanpa meninggalkan kesetiaanya pada bekas junjungannya hingga tiba gilirannya. Jumlah yang dihukum mati dalam kasus ini mencapai 873 orang.

Jenderal Tie Xuan yang pernah hampir membunuhnya dalam perang juga dihukum mati dengan kejam, anak istrinya dijual ke rumah bordil. Jing Qing, seorang menteri yang setia pada Jianwen mencoba membunuhnya, namun gagal sehingga malah mendatangkan bencana bagi dirinya dan keluarganya. Kekejaman ini menjadi sebuah lembaran hitam dalam masa pemerintahannya. Kepada mereka yang menyerah, Yongle menerimanya dengan tangan terbuka. Di depan umum ia memusnahkan semua dokumen dan laporan yang pernah diserahkan mereka pada Jianwen. Katanya pada mereka, “Kalian adalah bawahanku sekarang, selama kalian setia padaku, kita lupakan yang telah lalu dan mari bersama menghadapi yang akan datang.” Demikianlah Yongle menghabiskan tahun-tahun pertamanya sebagai kaisar dengan memberantas pendukung Jianwen, bandit, dan organisasi rahasia anti-pemerintah.
Dalam memerintah, Yongle meneruskan kebijakan ayahnya yang berpihak pada rakyat kecil dan pengawasan yang ketat terhadap para tuan tanah dan orang kaya. Ia memperbaiki kondisi negara yang sempat hancur setelah perang saudara selama tiga tahun lebih. Dibuatnya rencana jangka panjang untuk memperkuat dan menstabilkan ekonomi pasca perang. Untuk itu ia meningkatkan pembudidayaan tanah terlantar sehingga meningkatkan populasi di daerah tersebut, daerah-daerah subur seperti wilayah bawah Sungai Yangtze juga dimanfaatkan secara maksimal. Ia juga meningkatkan produksi pertanian dan tekstil. Selain itu ia juga merenovasi Kanal Besar hingga akhirnya dapat menjadi jalur transportasi perdagangan internasional. Pada zaman ini kapitalisme mulai tumbuh di Tiongkok.

Ia menempatkan orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan dengan selektif. Mereka dipilih berdasarkan bakat dan prestasinya untuk menjabat posisi yang tepat. Seperti ayahnya, ia juga berani bertindak tegas terhadap para pejabat korup. Karena berhutang budi pada kaum kasim yang membocorkan rahasia kelemahan militer ketika Insiden Jingnan, ia memulihkan hak berpolitik mereka yang pada masa ayahnya dihilangkan. Para kasim membentuk organisasi mata-mata Dongchang (东厂) disamping Pengawal Seragam Brokat (锦衣卫, jinyi wei) yang telah ada sejak zaman Hongwu. Biro ini bertugas mengawasi para pejabat dan rakyat dari kemungkinan memberontak. Dari sinilah mulai timbul bibit-bibit penyalahgunaan wewenang oleh kasim yang pada masa yang akan datang membawa kekacauan politik.

Proyek Yongle yang paling ambisius adalah memindahkan ibukota dari Nanjing ke Beijing. Konon keputusan ini diambil ketika ia bersama para staffnya mengamati Nanjing dari bukit di sekeliling kota itu. Dari sana terlihat posisi istana kekaisaran sangat rentan terhadap serangan artileri. Pelaksanaannya dimulai tahun 1403, saat itu ia mengirim ratusan ribu transmigran dari Nanjing, Shanxi dan Zhejiang dalam lima gelombang, tujuannya adalah untuk meningkatkan populasi Beijing dan membangun wilayah itu. Tahun 1420 akhirnya istana kekaisaran baru yang dikenal dengan nama Kota Terlarang (紫禁城, zijin cheng) akhirnya selesai dibangun setelah tertunda beberapa tahun akibat kebakaran dan gempa bumi. Tahun berikutnya ibukota Tiongkok dipindah ke Beijing yang menjadi pusat pemerintahan hingga kini.

Yongle seorang yang menganut ajaran Konfusius, namun ia memperlakukan agama-agama lain seperti Tao, Budha, dll dengan adil. Ia mempromosikan ajaran Budha di daerah-daerah pedalaman untuk mengatasi keterbelakangan dan menekan gejolak sosial. Di saat yang sama ia juga mempromosikan ajaran Konfusius sebagai standar norma-norma sosial seperti misalnya pemilihan calon pejabat dan tata-tertib di istana. Sebagai seorang yang sangat mencintai budaya bangsanya, ia berusaha menghapus budaya Mongol yang masih tersisa dari zaman Yuan. Ia melarang penggunaan nama, bahasa, cara berpakaian, dan tradisi yang berbau Mongol.

Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan, budaya dan literatur diwujudkannya dalam proyek besar lainnya yaitu penyuntingan sebuah ensiklopedia umum. Ia mengumpulkan dua ribuan kaum terpelajar di bawah koordinasi sekretaris agungnya, Xie Jin untuk menyusun bahan-bahan mengenai sejarah, seni, filsafat, astronomi, geografi, teknologi, dan cabang-cabang ilmu lainnya dalam sebuah buku besar. Proyek ini selesai sekitar tahun 1407 atau 1408 dan dinamakan Ensiklopedia Yongle. Sayangnya, dari 11.000 lebih bab, hanya 400 bab kurang yang selamat hingga kini akibat kekacauan yang terjadi pada masa berikutnya.

Terdorong oleh ambisi untuk memperluas pengaruh Tiongkok, Yongle memerintahkan Zheng He memimpin armada besar untuk melakukan ekspedisi keliling dunia. Ekspedisi pertama dimulai tahun 1405, jauh sebelum bangsa barat memulai ekspedisi serupa. Sejak tahun itu hingga 1434, armada itu telah melakukan tujuh kali pelayaran ke lebih dari 30 negara di Asia dan Afrika, bahkan ada kemungkinan telah mencapai benua Amerika.

Ketika itu keterampilan membuat kapal bangsa Tionghoa telah lebih maju dari bangsa barat. Mereka menggunakan kompas yang paling canggih dan peta navigasi yang akurat. Catatan-catatan menyeluruh disimpan oleh beberapa sarjana dan pakar dalam ekspedisi tersebut. Catatan itu berisi informasi rinci tentang navigasi, pelabuhan tujuan, terumbu karang, dan tempat-tempat dimana ditemukan kawanan ikan jenis tertentu. Publikasi dan cerita-cerita pelayaran itu juga meningkatkan kesadaran akan geografi regional diantara bangsa Tionghoa serta meningkatkan kegiatan kelautan mereka. Kemajuan ini selain meningkatkan kemakmuran di wilayah pesisir juga memungkinkan migrasi bangsa Tionghoa ke luar negeri terutama wilayah Asia Tenggara dimana terdapat populasi Tionghoa terbesar hingga kini.

Dalam pelayaran ini Tiongkok telah memenangkan penghormatan dari berbagai bangsa di dunia tanpa harus melalui penaklukan atau perang. Setiap Zheng He pulang, turut bersamanya perwakilan negara-negara lain yang meliputi diplomat, pengusaha, raja dan ratu untuk membuka hubungan persahabatan dengan Tiongkok. Sayangnya ekspedisi ini tidak dilanjutkan pada masa-masa selanjutnya. Para penerus Yongle bersikap menjaga jarak terhadap orang-orang asing sehingga ekspedisi ini dihentikan secara resmi tahun 1434 oleh Kaisar Xuande. Tiongkok pun kembali menjadi negara yang mengisolasi diri seperti negara-negara Asia Timur lainnya pada zaman itu.
Permaisuri Yongle adalah Permaisuri Xu, putri sulung dari jenderal Xu Da. Ketika ia meninggal tahun 1407, Yongle berencana untuk menikahi adiknya Xu Miaojin serta menjadikannya sebagai permaisuri berikutnya. Namun Miaojin menolak, ia lalu memutuskan untuk menggunduli kepalanya dan menjadi biksuni. Yongle tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk memaksanya dan sejak itu ia tidak pernah mengangkat permaisuri lain.

Yongle paling menyayangi putranya yang ke-2, Zhu Gaoxu yang atletis dan berkarakter prajurit daripada putra mahkotanya, Zhu Gaochi yang intelek dan humanis. Dia bahkan berencana untuk mengalihkan status putra mahkota pada Zhu Gaoxu, apalagi rencana ini juga didukung putra ke-3 nya, Zhu Gaosui. Setelah berkonsultasi dengan menteri-menterinya Yongle mengurungkan niatnya untuk menjadikan Gaoxu sebagai penerusnya. Zhu Gaoxu sangat marah dengan keputusan ayahnya, dia membunuh sekretaris agung Xie Jin yang membuat Yongle membatalkan niatnya, akibatnya ia diasingkan ke sebuah kota kecil di Shandong. Di kemudian hari, Zhu Gaoxu melakukan pemberontakan yang gagal karena ketidakpuasannya ini.

1 April 1424, dalam ekspedisi Mongolia ke-5 nya, Yongle mengalami stress berat karena tidak mampu mengejar musuhnya yang bergerak cepat, akibatnya kesehatannya makin menurun hingga akhirnya meninggal pada 8 Agustus 1424. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman Ming, mausoleum Changling (长陵), di pinggiran kota Beijing. Makamnya adalah salah satu dari dua makam kaisar Ming yang dibuka untuk umum sebagai objek wisata.



Selengkapnya...

Kaisar Hongwu


Kaisar Hongwu (Hanzi: 洪武, lahir di Fengyang, Provinsi Anhui, 21 September 1328 – meninggal 24 Juni 1398 pada umur 69 tahun), yang nama aslinya Zhu Yuanzhang (朱元璋), adalah pendiri dan kaisar pertama Dinasti Ming di Tiongkok.


Ia menjadi kaisar dan mendirikan dinastinya setelah berhasil menggulingkan Dinasti Yuan (Mongol). Dalam sejarah Tiongkok, Zhu Yuanzhang adalah satu dari dua kaisar yang berasal dari golongan rakyat jelata (yang lain adalah Liu Bang/ Kaisar Han Gaozu, pendiri Dinasti Han). Ia adalah seorang kaisar yang kontroversial, di satu pihak ia memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan berusaha keras meningkatkan taraf hidup mereka, namun ia juga seorang tiran yang mengebiri kebebasan dan membunuh orang-orang yang membantunya naik ke kekuasaan yang dicurigai berpotensi merebut tahtanya.

Zhu lahir di Fengyang, Provinsi Anhui dari keluarga petani miskin dengan nama Zhu Chongba (朱重八). Pada masa mudanya bekerja sebagai penggembala sapi. Karena kedapatan memanggang dan memakan seekor ternak itu, tuannya memecatnya. Suatu ketika wabah penyakit menyerang desanya dan merenggut nyawa orang tua dan saudara-saudaranya. Kemudian ia menjadi biksu di Kuil Huangjue hanya untuk menyambung hidup di tengah bencana kelaparan saat itu. Di biara itulah ia mulai belajar membaca dan menulis, namun tak lama kemudian biara itu ditutup karena kekurangan dana sehingga ia harus hidup terlunta-lunta lagi sebagai pengemis.

Di tengah gelombang anti-Mongol yang saat itu sedang marak di Tiongkok, Zhu bergabung dengan Pemberontakan Sorban Merah, sebuah kelompok pemberontakan anti-Yuan yang berbasiskan campuran ajaran-ajaran keagamaan seperti Budha, Zoroaster, dan agama lainnya. Ia bekerja dibawah komando Guo Zixing. Berkat kecakapannya, dalam waktu singkat ia telah mendapat posisi penting dalam kelompok tersebut. Sejak itulah ia mengganti namanya menjadi Zhu Yuanzhang. Zhu menikah dengan putri angkat Guo, Ma Xiuying (kelak menjadi permaisuri pertama Ming). Ia sering berhubungan dengan sarjana-sarjana Konfusius dan tuan tanah, dari mereka ia memperoleh pelajaran mengenai cara-cara mengatur negara, sedangkan dari kelompok Sorban Merah ia banyak belajar mengenai kemiliteran.

Zhu mulai meninggalkan Budhisme dan beralih pada ajaran Konfusius dan neo-Konfusius. Anak miskin yang pernah menjadi biksu, pengemis, dan pencuri itu kini telah menjelma menjadi pemimpin pemberontak anti-Yuan yang reputasinya terkenal di seluruh negeri. Kharismanya menarik orang-orang berbakat dari seluruh penjuru negeri untuk bekerja padanya. Tahun 1356 ia menjadikan Yingtian (sekarang Nanjing) sebagai basisnya. Langkah pertamanya adalah menaklukkan sesama pemimpin anti-Yuan yang menjadi saingannya dan mempersatukan Tiongkok selatan, setelah itu barulah menghadapi Mongol.

Tahun 1363, ia mengalahkan Chen Youliang, saingan terbesarnya dalam mempersatukan Tiongkok, dalam Pertempuran Danau Poyang. Lalu disusul tahun 1367 mengalahkan Zhang Shicheng di Suzhou. Dengan slogan “usir Mongol dan pulihkan kejayaan Tionghoa” ia meraih dukungan dari orang Han yang memang membenci bangsa Mongol yang telah menjajah mereka selama seabad kurang. 23 Januari 1368, Zhu mengangkat dirinya sebagai kaisar dengan nama Kaisar Hongwu, dinastinya dinamakan Ming (yang artinya cerah) dan Nanjing adalah ibukota kerajaannya. Bulan Juli tahun yang sama, ia mengutus Xu Da, tangan kanan sekaligus sahabatnya, untuk menyerbu ibukota Yuan, Dadu (sekarang Beijing) dan berhasil memaksa kaisar Yuan terakhir, Kaisar Shun dari Yuan, melarikan diri ke utara. Tiongkok kembali dikuasai oleh bangsa Han dibawah panji Dinasti Ming.

Hongwu menjalankan pemerintahannya dengan tangan besi, ia selalu menuntut agar semua bawahannya untuk menjadi pejabat yang jujur dan taat hukum. Terhadap mereka yang korup dan melanggar hukum ia tidak segan-segan menjatuhkan hukuman yang berat, bahkan terhadap keluarganya sendiri seperti Pangeran Zhu Liangzu dan menantunya, Ouyang Lun yang dihukum mati karena korupsi. Pernah ada seorang pejabatnya yang terbukti menggelapkan uang dihukum dengan cara dikuliti dan kulitnya dibuat tas yang lalu digantungkan di aula utama sebagai peringatan bagi yang lain. Sejarah mencatat selama masa pemerintahannya, Hongwu telah menghukum mati ribuan pejabat korup.

Kitab undang-undang yang disusun pada masa pemerintahan Hongwu adalah salah satu prestasi besar Dinasti Ming. Kitab undang-undang ini disebut Daming Lu (大明律). Hongwu secara pribadi menaruh perhatian besar dalam penyusunannya, kepada para menterinya ia memerintahkan agar isi undang-undang itu komprehensif dan mudah dimengerti, sehingga tidak meninggalkan celah hukum untuk interpretasi ganda dengan memelintir bahasanya. Undang-undang ini adalah hasil pengembangan dari masa Dinasti Tang dalam hal perlakuan terhadap budak. Pada zaman Tang, budak diperlakukan tidak manusiawi seperti binatang peliharaan saja, bila ia dibunuh oleh warga bebas, maka pembunuhnya tidak akan dikenai sanksi hukum, namun pada masa Dinasti Ming, baik budak maupun warga bebas dilindungi oleh hukum.

Permaisuri pertama Hongwu, adalah Permaisuri Ma yang banyak berpengaruh dalam kehidupannya, seorang wanita yang bijak. Pernah suatu ketika Hongwu menangkap beberapa orang yang membuat teka-teki yang menghina Permaisuri Ma dan bemaksud menghukum mati mereka, namun sang permaisuri memberikan pengampunan pada mereka sehingga Hongwu membebaskannya. Ada teori yang mengatakan kematian Permaisuri Ma tahun 1382 mempengaruhi karakter Hongwu hingga menjadi keras tak terkedali dan mudah menghukum mati orang dengan alasan sepele.

Selain Permaisuri Ma, Hongwu juga memiliki sejumlah selir, beberapa diantaranya adalah wanita Korea, yang dikirim padanya oleh Raja Taejo dari Joseon (Yi Seonggye) untuk menandai persekutuan antara Tiongkok dan Korea yang juga baru melepaskan diri dari pengaruh Mongol. Dari hasil perkawinannya ia dikarunia puluhan putra dan putri. Ketika wafat tahun 1398, ia digantikan oleh cucunya Zhu Yunwen karena putra sulungnya (Zhu Biao) yang seharusnya naik tahta mati muda tahun 1392. Hongwu memiliki beberapa makam palsu dengan tujuan mencegah perusakan oleh lawan-lawan politiknya dan pencurian oleh penjarah makam. Makamnya yang asli baru ditemukan pada masa Dinasti Qing di Gunung Zijin, Nanjing.

Kisah hidup Hongwu/ Zhu Yuanzhang telah dijadikan serial televisi di RRC antara lain Kaisar Legendaris Zhu Yuanzhang (传奇皇帝朱元璋), Zhu Yuanzhang (朱元璋), dll. Dalam novel silat karya Jin Yong, Heaven Sword and Dragond Sabre (倚天屠龙记,yang di Indonesia lebih dikenal dengan judul Golok Pembunuh Naga), Zhu Yuanzhang dilukiskan sebagai seorang yang ambisius dan tidak segan-segan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dia bergabung dengan kelompok pemberontak yang bernama Kelompok Ming yang dipimpin oleh tokoh utama Zhang Wuji (Tio Buki). Di akhir cerita sebelum Zhang mengundurkan diri untuk hidup menyepi bersama kekasihnya, dia menyerahkan golok pembunuh naga dan kitab ilmu perang yang tersembunyi di dalam pedang surga pada Zhu dan berpesan padanya bila kelak berhasil mengalahkan bangsa Mongol agar mengabadikan nama kelompok mereka sebagai nama dinastinya dan menjadi kaisar yang baik, tidak menindas rakyat, dan tidak mengkhianati teman. Zhang berjanji akan mencari dan membunuhnya bila kelak ia menyimpang dari tujuan mulia kelompok itu.
Selengkapnya...

Qin Shi Huang


Qin Shi Huang (Hanzi: 秦始皇) (November atau Desember 260 SM - 10 September 210 SM), dilahirkan dengan nama Ying Zheng (贏政), juga dipanggil Shi Huang Di yang artinya adalah Kaisar Pertama, adalah raja dari Negara Qin dari 247 SM sampai 221 SM, setelah mempersatukan Tiongkok dengan menaklukkan 6 negara lainnya, ia kemudian mendirikan Dinasti Qin dan mengangkat diri menjadi kaisar dari Tiongkok yang bersatu - dari 221 SM hingga 210 SM - bertakhta dengan sebutan "Kaisar Pertama".

Setelah menyatukan Tiongkok, dia dan perdana menterinya Li Si mengeluarkan berbagai perubahan yang ditujukan untuk memperkuat persatuan, dan mereka menjalankan banyak reformasi dalam pemerintahan, menyatukan tulisan baku, alat ukur standar dan juga meneruskan pembangunan Tembok Besar yang sudah ada sejak Zaman Negara-negara Berperang. Walaupun dengan kekuasaan tangan besi, Qin Shi Huang masih dianggap oleh sejarah Tiongkok hingga sekarang sebagai pendiri Tiongkok masa lalu. Persatuan bangsa Tiongkok telah berlangsung lebih dari dua ribu tahun.

Kaisar Pertama wafat saat melakukan ekspedisi ke seluruh negeri . Perjalanan ini dilakukan untuk mengambil hati rakyat dan para adipati serta pangeran dari negara - negara yang ditaklukannya . Di tengah perjalanan ia bertemu kembali dengan Xu Fu , seorang yang diperintahkannya untuk mencari "obat keabadian" atau disebut juga "obat panjang umur" . Untuk menghindari kemarahan sang kaisar , Xu Fu berkelit dengan mengatakan bahwa perjalanan untuk mencari obat tersebut sangat sulit , karena obat tersebut berada di puncak gunung sebuah pulau di tengah lautan . Xu Fu berencana menghindar dari tugas kaisar tersebut dengan mengatakan bahwa kaisar harus menangkap seekor ikan raksasa dahulu , namun dengan berani kaisar berhasil memanah seekor ikan raksasa dan Xu Fu harus menuruti tugas kaisar . Bagaimanapun juga Xu Fu yang telah memprediksi bahwa ia tidak akan bisa menemukan obat keabadian dan jika ia pulang dengan tangan hampa , maka kaisar pasti akan membunuhnya . Ia dengan senang hati menerima tugas dari kaisar tersebut , dengan syarat kaisar menyertakan 500 pemuda - pemudi dalam perjalanannya untuk dipersembahkan kepada dewa . Namun Xu Fu berlayar untuk dan tidak pernah kembali . Diperkirakan Xu Fu mendarat di Jepang.


Kaisar wafat dan menginginkan putera pertama bernama Fusu yang menggantikannya . Namun pesan kaisar pertama tersebut tidak pernah sampai , karena Zhao Gao , kasim kepercayan sekaligus penyampai pesan terakhir kaisar pertama bersekongkol dengan Li Si untuk mengubah pesan kaisar pertama menjadi mengangkat anak ke-26 kaisar pertama , Huhai menggantikan ayahnya dan menyuruh Fusu serta Jenderal Meng Tian bunuh diri dengan tuduhan melakukan pemberontakan . Zhao Gao melakukan hal ini karena ia ingin mempertahankan kedudukannya , karena ia kan dicopot dari jabatannya jika ketahuan suka menjilat dan korup oleh Fusu ,sedangkan Lisi karena ia pernah berseteru dengan Fusu saat menangani masalah cendekiawan aliran Konfusius.
Selengkapnya...

Raja Sejong Yang Agung


Raja Sejong atau disebut dengan Raja Sejong Yang Agung (Sejong Dae Wang) (7 Mei 1397 – 18 Mei 1450, berkuasa 1418 - 1450) adalah seorang raja yang ke-4 dari Dinasti Joseon yang memerintah Korea. Raja Sejong sangat terkenal karena jasanya dalam menciptakan abjad Korea, Hangeul yang menggantikan penggunaan cara penulisan dengan Hanja. Raja Sejong adalah penguasa Korea kedua yang mendapatkan gelar Raja Yang Agung atau Raja Besar setelah Raja Gwanggaeto dari Kerajaan Goguryeo.

Sejong adalah putra ke-3 dari Raja Taejong. Saat berusia 12 tahun, ia bergelar Pangeran Besar Chungnyeong' (忠寧大君) dan menikahi seorang putri pejabat Shim On (沈溫) dari Cheongsong (靑松), yang bernama Permaisuri Shim (沈氏), yang kemudian dikenal dengan Ratu Soheon (昭憲王后).

Sebagai pangeran muda, Sejong dikenal sangat cerdas dalam berbagai bidang pelajaran sehingga lebih disayangi ayahandanya daripada kedua kakak lelakinya.

Peristiwa pengangkatan Sejong menjadi raja sangat berbeda dengan raja-raja Joseon lainnya. Pangeran tertua yang merupakan kakak Sejong, Yangnyeong (양녕대군), menganggap dirinya tidak berbakat menjadi seorang raja, begitu pula dengan Pangeran Hyoryeong (효령대군), ia menganggap tugasnyalah untuk menjadikan adiknya seorang raja. Jadi mereka berdua bersikap buruk di istana agar Raja tidak memilih mereka menjadi calon raja. Pangeran Yangnyeong keluar dari istana menjadi seorang pengelana dan tinggal di gunung. Sementara pangeran kedua memutuskan untuk menjadi seorang biksu di kuil di luar istana.

Pada bulan Agustus 1418, Raja Taejong turun tahta dan Sejong menggantikannya sebagai raja yang baru. Namun begitu, Taejong masih memiliki kekuasaan dalam istana, terutama dalam bidang militer sampai wafatnya ia tahun 1422.


Raja Sejong adalah seorang ahli militer yang brilian. Pada bulan Mei 1419, dibawah bantuan Taejong, Sejong melakukan Ekspedisi Timur Gihae ke Tsushima untuk membasmi para perompak Jepang yang telah meresahkan rakyat pesisir Joseon. Dalam invasi itu, 700 perompak berhasil dibunuh, sementara 110 ditangkap dan 180 tentara Joseon tewas. Sebanyak 140 orang Cina yang diculik berhasil dilepaskan. Pada bulan September 1419 Daimyo Tsushima, Sadamori, menyatakan takluk kepada Joseon.

Perjanjian Gyehae disahkan tahun 1443, dimana Daimyo Tsushima mengakui kedaulatan Raja Joseon; serta, pihak Joseon memberikan kemudahan dalam urusan perdagangan antara Korea dan Jepang kepada klan Sō

Sejong sangat terkenal akan kepandaiannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masa pemerintahannya, namun menurut sejarawan Yung Sik Kim, masih sedikit sekali karya Raja Sejong yang baru dikenal dan harus dikaji lebih banyak lagi
Raja Sejong membantu para petani membuat buku mengenai pertanian yang disebut Nongsa Jikseol yang berisi pengajaran berbagai cara atau teknik bertani untuk berbagai daerah-daerah di negerinya.Teknik-teknik ini diperlukan guna meningkatkan hasil pertanian rakyatDalam masa pemerintahannya, Jang Yeong-sil (蔣英實) menjadi terkenal sebagai seorang ilmuwan besar. Jang dikenal sebagai anak muda yang jenius walau memiliki status sosial rendah. Taejong, ayah Sejong, mengetahui Jang sangat berbakat dan memanggilnya ke istana. Raja Sejong berencana memberikan Jang sebuah posisi di pemerintahan dan mendanai penelitiannya namun ditolak kalangan pejabat istana yang meragukan seseorang dari kelas bawah. Atas dukungan Raja Sejong Jang Yeong-sil berhasil menciptakan desain jam air, peralatan militer dan jam matahari.Namun prestasi terbesarnya adalah pada tahun 1442, saat ia berhasil menciptakan alat pengukur hujan yang pertama di dunia; namun begitu model ciptaanya tidak bertahan. Namun alat pengukur hujan tertua dari Asia Timur dibuat dari masa pemerintahan Raja Yeongjo tahun 1770. Berdasarkan teks Kitab Harian Sekretariat Kerajaan (Seungjeongwon ilgi;承政院日記), Raja Yeongjo ingin menciptakan kembali berbagai penemuan yang dibuat pada masa Raja Sejong saat ia meneliti kronik-kronik Raja Sejong. Ia menemukan catatan mengenai penemuan alat pengukur hujan, maka Raja Yeongjo memerintahkan untuk membuat reproduksinya. Karena tahun penemuan kembali alat ini adalah naiknya Kaisar Qianlong dari Dinasti Qing di Cina (berkuasa 1735–1796).banyak yang mengetahui bahwa alat pengukur hujan pertama berasal dari Cina.

Sejong merombak sistem kalender Korea yang saat itu didasarkan pada garis lintang ibukota Cina
Untuk pertama kalinya, ia membuat kalender yang didasarkan pada posisi utama garis lintang ibukota Joseon, Seoul, dengan bantuan para astronomisnya.Sistem baru ini membuat para astronomis dapat melakukan prediksi yang sangat tepat akan datangnya peristiwa gerhana matahari dan bulan.Sejong juga berjasa dalam bidang pengobatan tradisional Korea, dengan 2 karya penting yang ditulis pada masanya, yakni Hyangyak chipsŏngbang dan Ŭibang yuch'wi, yang membedakan cara pengobatan Cina dengan Korea."Sejong sangat menghargai sastra, dan memerintahkan para pejabat tinggi dan ilmuwan untuk belajar di istana. Ia menciptakan karya besar hangul dan mengumumkannya dalam Hunminjeongeum (훈민정음), yang berarti "Kata-kata yang benar untuk diajarkan kepada rakyat."

Sejong juga sangat berjasa terhadap pengembangan pertanian rakyat Joseon, jadi ia mengizinkan para petani untuk membayar pajak lebih sedikit atau lebih banyak pada saat terjadinya kemunduran atau kemajuan ekonomi negara. Karena hal ini, para petani dapat menghasilkan lebih banyak tanpa mengkhawatirkan pajak. Suatu saat pernah terjadi kelebihan makanan di istana dan Raja Sejong membagi-bagikan makanan itu kepada para petani dan rakyat miskin yang membutuhkan makanan. Pada tahun 1429 Nongsa Jikseol (農事直說) disusun untuk memberikan pengertian kepada rakyat tentang cara-cara bertani.

Raja Sejong banyak menciptakan karya sastra dan musik istana yang terkenal, seperti:

-Yongbi Eocheon Ga ("Lagu dari Naga Terbang", 1445)
-Seokbo Sangjeol ("Episode dari Kehidupan Sang Buddha", Juli 1447)
-Worin Cheon-gang Jigok ("Nyanyian Bulan di Seribu Sungai", Juli 1447)
-Dongguk Jeong-un ("Kamus untuk Pengucapan Sino-Korea yang Benar", September 1447)

Pada tahun 1420 Sejong mendirikan lembaga Jiphyeonjeon yang berarti "Aula Orang Berjasa" (集賢殿); di Istana Gyeongbok untuk menunjuk para ilmuwan berbakat. Lembaga ini berpartisipasi dalam berbagai acara keilmuan dan pendidikan, termasuk penyusunan Hunmin Jeongeum, yang berisikan formula abjad hangeul.

Sejong wafat pada usia 54 tahun dan dimakamkan di Mausoleum Yeong (영릉; 英陵) di tahun 1450. Ia digantikan oleh putra pertamanya, Munjong. Jalan Sejongno dan Sejong Center for the Performing Arts – di Seoul diabadikan dari namanya dan figurnya terpampang pula di mata uang kertas 10.000 Won.

Pada awal tahun 2007, pemerintahan Republik Korea memutuskan untuk mendirikan suatu distrik administratif di provinsi Chungcheong Selatan, dekat kota Daejeon yang dinamakan Kota Otonomi Khusus Sejong, dan akan menggantikan Seoul sebagai ibukota masa depan Republik Korea.

Kehidupan Raja Sejong diangkat ke dalam layar drama sejarah di layar KBS berjudul King Sejong the Great (Serial televisi) di tahun 2008.
Selengkapnya...

Ratu Min


Maharani Myeongseong (lahir 19 Oktober 1851 – meninggal 8 Oktober 1895 pada umur 43 tahun, juga dikenal dengan nama Ratu Min) adalah seorang ratu sekaligus istri pertama dari Kaisar Gojong, raja ke-26 dari Dinasti Joseon. Pada tahun 1902, ia mendapatkan gelar penuh Hyoja Wonseong Jeonghwa Hapcheon Honggong Seongdeok Myeongseong Taehwanghu (孝慈元聖正化合天洪功誠德明成太皇后) yang disingkat menjadi Myeongseong Hwanghu (明成皇后).


Maharani Myeongseong lahir dari keluarga bangsawan Min Yeoheung pada tanggal 19 Oktober 1851 di Kabupaten Yeoju, Gyeonggi.

Wangsa Min Yeoheung adalah kaum yangban yang menempatkan banyak tokoh penting dalam bidang pemerintahan, bahkan tiga orang ratu Joseon berasal dari wangsa Min Yeoheung, yakni Ratu Wongyeong, istri pertama Raja Taejong, Ratu Inhyeon dari istri Raja Sukjong. Ibu dan istri Daewongun (ayah Gojong) pun berasal dari wangsa Min Yeoheung, dan mereka mendukung Myeongseong menjadi ratu. Sebelum menikah, Myeongseong dikenal sebagai anak perempun Min Chi-rok. Beberapa catatan fiksi menyebutkan nama aslinya adalah Min Ja-yeong (閔紫英). Pada usia 8 tahun, ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan sedikit yang dapat diketahui tentang ibu dan masa kecilnya, serta penyebab dari kematian kedua orang tuanya.

Gojong menikah saat mencapai usia 15 tahun dan ia sangat selektif dalam mencari pasangan. Gojong mencari seorang ratu yang tidak memiliki relasi dekat yang dapat menjalankan politik serta dapat membela kepentingan istana dan rakyat. Satu per satu wanita ditolak sampai istri Daewongun, ibunda Gojong (Yeoheung Budaebuin) mengajukan calon pengantin yang cocok dari garis keluarga mereka, wangsa Min Yeoheung. Deskripsi yang diberikannya adalah seorang gadis yatim piatu dengan wajah yang cantik, tubuh yang sehat, serta taraf pendidikan yang sedang. Pertemuan pertama calon pengantin dengan Daewongun dapat dengan mudah dilaksanakan karena ia tinggal di Anguk-dong yang dekat dengan istana.

Pertemuan tersebut berhasil, dan pada tanggal 20 Maret 1866, anak gadis dari wangsa Min tersebut resmi menikah dengan Gojong. Foto pernikahan mereka diambil di Aula Injeong di Istana Changdeok. Dalam upacara penobatannya, ia diangkat menjadi Ratu Joseon dan bergelar Yang Mulia Ratu Min (閔大妃). Setelah menjadi ratu, di istana ia disapa Jungjeon Mama (harfiah; Yang Mulia Istana Tengah) Ratu Min dikenal memiliki sifat ambisius dan terus terang, sangat berbeda dengan ratu-ratu yang lain sebelumnya. Ia tidak pernah berpartisipasi dalam pesta pora istana yang ia anggap sebagai pemborosan, dan juga jarang sekali meminta dibuatkan pakaian yang mewah. Ia pun tidak pernah menghadiri pesta minum teh sore hari dengan para putri dan anggota istana lain, malahan ia lebih suka berurusan dengan masalah politik. Sebagai ratu, ia diharapkan untuk dapat berperilaku sebagaimana mestinya kaum kelas atas, namun ia menolak perilaku seperti ini. Ia lebih suka berkutat mempelajari buku-buku politik yang biasanya dibaca kaum pria seperti Riwayat Musim Semi dan Musim Gugur (春秋), Komentar Zuo (춘추좌씨전) serta berbagai buku filsafat, sejarah, ilmu pengetahuan, politik dan agama.

Menjelang dewasa, Min secara diam-diam membuat faksi rahasia penentang Heungseon Daewongun. Pada usia 20, ia mulai keluar masuk kediamannya di Istana Changgyeong dan berkiprah aktif dalam politik. Sifatnya yang agresif dalam masalah politik mulai tidak disukai para pejabat tinggi karena dianggap suka mencampuri urusan mereka begitu pula dengan Heungseon Daewongun.

Konflik Min dengan ayah mertuanya mencuat ke permukaan saat anak laki-laki yang dilahirkannya meninggal karena lahir prematur. Heungseon Daewongun mengeluarkan pernyataan bahwa Min tidak dapat melahirkan bayi yang sehat dan menganjurkan Gojong untuk punya anak dari selir Yeongbodang Yi. Pernyataan ini sangat menyinggung perasaanya. Pada tahun 1880, selir tersebut melahirkan bayi laki-laki sehat yang diberi nama Pangeran Wanhwagun yang kemudian digelari Heungseon Daewongun menjadi Putra Mahkota.

Min merespon dengan faksinya bersama para pendukungnya yang terdiri dari para pejabat tinggi, sarjana serta anggota keluarganya untuk menjungkirbalikkan kursi kekuasaan Heungseon Daewongun. Bersama seorang anggota keluarganya, Min Seung-ho dan sarjana Choe Ik-hyeon, ia menulis surat resmi yang meminta agar Heungseon Daewongun segera diturunkan dari kekuasaanya kepada Dewan Administrasi Istana. Min menyebutkan alasan bahwa Gojong yang telah berusia 22 tahun harus memerintah dengan kekuatannya sendiri. Surat itu pun diterima dan Heungseon Daewongun dipaksa untuk pensiun ke kediaman pribadinya di Yangju pada tahun 1872. Ratu Min lalu mengasingkan selir Yeongbodang Yi dan anaknya ke desa di luar kota dan mencopot semua gelar istananya. Tak lama kemudian anak selir tersebut meninggal dan beberapa mulai mengkritik Min karena perbuatannya.

Dengan keluarnya Heungseon Daewongun, selir dan anaknya dari istana, sekarang Min memegang kendali penuh atas istana serta menempatkan anggota wangsanya dalam berbagai posisi penting di istana. Peran politik Ratu Min dianggap lebih aktif dibandingkan suaminya sendiri.

Pemerintahan kolonial Jepang menganggap Myeongseong sebagai kerikil dalam usaha ekspansi kolonialismenya. Berbagai usaha untuk mengenyahkannya dari arena politik sengaja dilakukan oleh ayah dari Raja Gojong, Heungseon Daewongun (tokoh yang dikenal sangat dekat dengan Jepang). Namun, hal ini malah membuatnya semakin keras dalam menentang Jepang.

Setelah kemenangan Jepang dalam Perang Sino-Jepang, Ratu Min semakin mempererat hubungan Joseon dan Rusia untuk mengantisipasi pengaruh Jepang yang semakin meluas atas Korea karena Heungseon Daewongun yang memihak Jepang. Gubernur Jepang untuk Korea saat itu adalah pensiunan letnan jenderal bernama Miura Goro. Miura Goro diduga berada di belakang faksi yang didirikan Daewongun untuk mendukung Jepang.

Maharani Myeongseong mengalami akhir hidup yang mengenaskan pada pagi hari tanggal 8 Oktober 1895 karena dibunuh oleh mata-mata yang menyusup ke Istana Gyeongbok.

Pembunuhan Maharani Myeongseong menimbulkan protes dunia internasional. Untuk meredakan kritikan, pemerintah Jepang memanggil Miura dan menuntutnya di Pengadilan Distrik Hiroshima, sementara para personel militer yang terlibat didakwa di pengadilan militer. Namun keputusan hakim menyatakan mereka tidak bersalah karena tidak ditemukan adanya bukti yang cukup kuat.

Setelah peristiwa Aneksasi Jepang oleh Korea pada tahun 1910, Miura diberi penghargaan dan jabatan di Dewan Pribadi (Sumitsuin), badan penasihat Kaisar Jepang.

Di Korea Selatan, perhatian masyarakat semakin meningkat terhadap profil kehidupannya yang berakhir tragis. Kisah hidupnya diangkat dalam berbagai pertunjukkan drama tv dan teater musikal serta novel-novel. Ia dianggap sebagai salah seorang pahlawan wanita yang berperan penting dalam politik dan diplomasi untuk mempertahankan harga diri negara daripada campur tangan pihak asing.

Pada tahun 1882, karena merasa dianaktirikan, unit militer lama mengamuk dan merusak kediaman Min Gyeom-ho, seorang relasi ratu yang bertanggung jawab sebagai pimpinan pelatihan anggota prajurit baru. Mereka pergi menuju ke rumah Daewongun dan meminta dukungan padanya.

Daewongun memerintahkan mereka untuk menyerang pusat kota Seoul, distrik duta besar asing, dan fasilitas-fasilitas publik lain. Mereka juga menyerang seperti pos polisi untuk membebaskan rekan mereka yang ditahan lalu merusak kediaman para saudara ratu. Beberapa pelatih unit militer Jepang terbunuh dan senjata mereka dirampas. Duta besar Jepang pun hampir terbunuh namun berhasil menyelamatkan diri ke Incheon. Kelompok pemberontak ini akhirnya merangsek masuk ke Istana Gyeongbok dengan sasaran raja dan ratu. Keduanya berhasil diungsikan ke rumah relasi Ratu Min di Cheongju dengan cara menyamar.

Saat Heungseon Daewongun tiba di istana, ia langsung mengambil alih kendali pemerintahan dan memerintahkan para pendukung Ratu Min untuk dihabisi satu per satu. Segala kebijakan yang sebelumnya dibuat oleh Ratu Min dihapus dan ide negara yang tertutup segera dikembalikan serta mengusir para utusan Cina dan Jepang dari Korea.

Mendengar keributan yang terjadi di Korea dari utusan Min, Li Hung-chang mengirimkan bantuan 4.500 orang tentara untuk mengatasi kericuhan dan sekaligus menyelamatkan kepentingan mereka di Korea. Pasukan segera menangkap Daewongun dan dibawa ke Cina untuk diadili karena perbuatannya. Min dan Gojong kembali ke istana dan memulihkan peraturan dan kebijakan yang lama.

Pemerintah Jepang memaksa Raja Gojong tanpa sepengetahuan Ratu Min untuk menandatangani perjanjian pada tanggal 10 Agustus 1882 untuk membayar sebanyak 550.000 yen atas kerugian yang mereka derita akibat kerusuhan. Mereka juga menginginkan agar duta besar mereka dijaga ketat. Saat Min mengetahui tentang perjanjian tersebut, ia mengajukan permintaan kepada pemerintah Cina untuk kebijakan perdagangan yang baru dengan memberikan hak khusus untuk melewati pelabuhan-pelabuhan yang tidak dilalui Jepang. Min juga meminta agar komandan militer Cina dapat melatih unit militer Joseon yang baru.

Ratu Min dianggap sebagai inovator yang brilian dalam memajukan pendidikan dan media massa di Korea. Setelah sebagian besar tentara Jepang keluar dari Korea dan pasukan Cina mengamankan wilayah perbatasan, rencana untuk moderenisasi mulai dilaksanakan. Tahap pertama adalah dengan memperbaiki kualitas pendidikan dengan membangun akademi yang menggunakan bahasa Inggris dan kurikulum sekolah barat.

Pada bulan Mei 1885, sebuah sekolah berbahasa Inggris pertama di Korea dibuka atas prakarsa ratu. Sekolah yang bernama Yugyeong Gungwon tersebut mendidik anak-anak para bangsawan dengan pengajar seorang misionaris Amerika bernama Dr. Homer B. Hulbert dan 2 orang pengajar lain. Sekolah ini mempunyai 2 departemen, departemen 1 mengajarkan tentang pendidikan liberal dan yang ke-2 mengajarkan tentang pendidikan militer.

Pada saat yang sama pula, ratu memprakarsai pendirian akademi pendidikan untuk perempuan yang pertama kali di Korea, yang sekarang dikenal dengan nama Universitas Ewha. Institusi ini disambut baik oleh masyarakat karena seluruh perempuan Korea dari kaum rakyat bawah maupun bangsawan berhak mengikuti pendidikan di akademi ini. Pada tahun 1887, dengan bantuan perawat berkebangsaan Amerika bernama Annie Ellers mendirikan sebuah sekolah perempuan lain yang bernama Akademi Yeondong. Ratu Min tidak hanya memperkenalkan bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para murid sekolah, namun juga mengajarkan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Perancis, Jerman dan Spanyol.

Para misionaris Kristen berperan penting dalam penyampaian pendidikan moderen pertama di Korea. Tidak seperti Daewongun yang keras terhadap orang Kristen, Ratu Min menjalin hubungan persahabatan dengan para misionaris dan ia sangat menghargai pengetahuan dan keterampilan yang mereka ajarkan. Ratu Min dikenal sebagai tokoh yang mendukung toleransi terhadap umat Kristiani dengan mendirikan sekolah Kristen pertama di Korea yang bernama Akademi Baeje pada bulan Juni 1885. Sekolah Kristen lain didirikan pada tahun yang sama atas bantuan Dr. Horace G. Underwood dari Gereja Presbiterian Utara dari Amerika Serikat bernama Akademi Kyeongshin. Sekolah lain didirikan di luar ibukota seperti sekolah lanjutan Kwangseon di Pyongyang dan Sungdok di Yongbyon.

Surat kabar pertama yang terbit di Korea adalah Hanseong Sunbo yang diprakarsai oleh raja dan ratu. Surat kabar ini dicetak dalam karakter hanja dan terbit 3 kali sebulan. Naskahnya dikerjakan oleh para pejabat pemerintahan di kantor Pangmun-guk, sebuah agen Menteri Luar Negeri. Isinya memberitakan tentang berita-berita, esai serta artikel tentang kejadian-kejadian penting di Korea. Pada bulan Januri 1886, surat kabar lain juga diterbitkan dengan dukungan raja dan ratu bernama Hanseong Jubo (Mingguan Hanseong). Hanseong Jubo dicetak dalam tulisan hangeul dengan kombinasi hanja. Penerbitan surat kabar di Korea memainkan peran penting sebagai media komunikasi masyarakat sampai akhirnya ditutup pada tahun 1888 atas tekanan Cina. Pemerintah Cina merasa khawatir akan meningkatnya kritikan yang ditujukan terhadap mereka. Raja dan ratu Joseon menjamin kemerdekaan terhadap pers, ide yang diadposi dari barat, gagasan yang tidak berkembang di Jepang dan Cina. Surat kabar lain terbit dalam cetakan penuh hangeul pada tahun 1894 berjudul Hanseong Sinbo. Koran ini ditulis sebagian dalam bahasa Jepang.
Selengkapnya...

Kamis, 29 April 2010

Taejo dari Goryeo


Raja Taejo dari Goryeo (Hangul: 태조, Hanja: 太祖, 877-943) yang nama aslinya Wang Geon (Hanja: 王建, Hangul: 왕건) adalah pendiri Dinasti Goryeo, Korea yang berkuasa tahun 918 hingga wafatnya tahun 943. Ia adalah pemersatu Korea yang sebelumnya telah terpecah-belah dalam Zaman Tiga Negara Akhir (후삼국 시대; 後三國時代; Husamguk Sidae).

Wang Geon adalah keturunan keluarga berpengaruh di Songdo yang mengendalikan perdagangan di Sungai Yeseong. Ia lahir tahun 877 dari keluarga pedagang kaya di Kaesong. Ayahnya, Wang Yung, adalah pemimpin marga Wang dan memperoleh kekayaanya dari hasil berdagang dengan Tiongkok. Leluhurnya pernah tinggal di perbatasan Kerajaan Goguryeo, sehingga ia masih memiliki garis keturunan Goguryeo.

Wang Geon memulai karirnya pada Zaman Tiga Negara Akhir yang penuh kekacauan. Pada tahun-tahun terakhir Dinasti Silla, pemberontakan petani meletus di berbagai daerah menentang pemerintahan Ratu Jinsung yang lemah dan didominasi oleh para pejabat korup yang menindas rakyat. Saat itu ada dua pemimpin pemberontak yang cukup berpengaruh yaitu Gung Ye di wilayah barat laut dan Gyeon Hwon di wilayah barat daya. Kekuatan mereka semakin bertumbuh dengan bergabungnya pasukan pemberontak yang lebih kecil dan pejabat Silla yang mereka kalahkan. Tahun 895, Gung Ye memimpin pasukannya ke Songdo. Wang Yung dan klan-klan lokal disana menyatakan menyerah dan bergabung dengan Gung Ye. Wang Geon pun mengikuti ayahnya bergabung dengan pemberontak itu.

Kecakapan Wang sebagai pemimpin militer membuat Gung terkesan sehingga ia dipromosikan sebagai jenderal dan diperlakukan seperti saudara olehnya. Tahun 900, ia memimpin sebuah kampanye militer yang sukses mengalahkan klan-klan lokal dan pasukan Kerajaan Baekje Akhir (yang baru didirikan oleh Gyeon Hwon) di wilayah Chungju. Kemenangan ini membuat pamornya semakin menanjak dan mendapat pengakuan dari Gung. Tahun 901, Gung Ye mengangkat dirinya sebagai raja dari Dinasti Goguryeo Akhir. Tahun 903, Wang kembali memenangkan pertempuran laut melawan Baekje Akhir, ketika Gyeon sedang sibuk berperang dengan Silla. Ia juga selalu menolong orang-orang miskin di daerah yang ditaklukannya dan yang tertindas oleh pemerintahan Silla. Namanya pun populer di kalangan rakyat karena kepemimpinan dan kemurah hatiannya.

Tahun 913, Gung mengangkat Wang menjadi perdana menterinya setelah dua tahun sebelumnya mengubah nama kerajaannya menjadi Taebong. Tak lama setelah bertahta Gung Ye terjerumus dalam kultus pribadi, ia menyamakan dirinya dengan Budha, dan pemerintahannya mulai menjadi tirani, ia membunuh siapa saja yang dicurigai dan tidak sependapat dengannya, termasuk istri dan kedua anaknya. Beberapa biksu juga dihukum mati karena menentang pandangan keagamaannya. Para bawahan dan rakyat pun mulai muak pada kesewenang-wenangannya itu.

Unifikasi Korea tahun 936 oleh Raja Taejo adalah peristiwa sejarah penting dalam sejarah Korea. Belum pernah ada seorangpun dalam sejarah Korea mampu mempersatukan bangsa itu dalam skala besar dan kekuasaan dinastinya mencapai 400 tahun lebih. Penyatuan Korea tahun 668 oleh Dinasti Silla hanyalah mencakup setengah dari negara semenanjung itu karena wilayah utara masih dikuasai oleh Balhae. Bangsa Korea saat ini memandangnya sebagai simbol persatuan negara mereka yang telah terpecah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan pada tahun 1948.
Selengkapnya...

Ratu Elizabeth I


Elizabeth I (7 September 1533 – 24 Maret 1603) adalah ratu Inggris dan Irlandia sejak 17 November 1558 sampai kematiannya.Sering dijuluki Virgin Queen (karena tak pernah menikah), Gloriana, Good Queen Bess, dan Faere Queene, Elizabeth I adalah penguasa monarki keenam dan terakhir dari dinasti Tudor.

Ibunya Anne Boleyn dieksekusi 3 tahun setelah ia dilahirkan atas tuduhan pengkianatan terhadap raja. Pada 1558 saudara tirinya Mary yang beragama Kristen dipenjarakan selama hampir 1 tahun karena diduga membela Rebel Protestan.

Persemakmuran Virginia, bekas koloni Inggris di Amerika Utara dan merupakan salah satu dari 13 negara bagian pertama Amerika Serikat, dinamakan sesuai dengan julukan Elizabeth I, "the Virgin Queen".
Selengkapnya...

Victoria dari Britania Raya


Victoria (Alexandrina Victoria)lahir di Istana Kensington, London, Inggris, 24 Mei 1819 – meninggal 22 Januari 1901 pada umur 81 tahun) adalah Ratu dari Britania Raya dan Irlandia dari 20 Juni 1837, dan Ratu India dari 1 Januari 1877, hingga wafatnya pada 1901.
Pemerintahannya berlangsung lebih dari 63 tahun, lebih lama dari raja atau ratu Britania manapun. Pemerintahan Victoria ditandai oleh ekspansi besar-besaran dari Imperium Britania. Zaman Victoria adalah puncak dari Revolusi Industri, suatu masa perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang penting di Britania Raya. Pada masa tersebut, Imperium Britania mencapai puncaknya dan menjadi suatu negara adi kuasa yang digjaya.

Victoria, yang hampir sepenuhnya berdarah Jerman (kecuali dari leluhurnya Sophia dari Hanover yang merupakan cucu dari garis perempuan dari James I), adalah ratu terakhir dari Dinasti Hanover; penggantinya, Raja Edward VII berasal dari Dinasti Saxe-Coburg dan Gotha.
Ayahanda Victoria, Duke dari Kent dan Strathearn, adalah putra keempat dari Raja George III dan Ratu Charlotte. Ibundanya adalah Putri Victoria dari Saxe-Coburg-Saalfeld. Anak sulung George III, Pangeran Wales (kelak Raja George IV), hanya mempunyai seorang anak, Putri Charlotte Augusta dari Wales. Ketika Putri Charlotte Augusta meninggal dunia pada 1817, anak-anak lelaki Raja George III yang belum menikah berebutan menikah dan mendapatkan anak untuk menjamin garis keturunan mereka. Pada usia 50 tahun, Duke dari Kent dan Strathearn menikahi Putri Victoria dari Saxe-Coburg-Saalfeld, saudara perempuan dari duda Putri Charlotte Pangeran Leopold dari Saxe-Coburg-Saalfeld dan janda dari Karl, Pangeran dari Leiningen.

Victoria, anak tunggal dari pasangan itu, dilahirkan di Istana Kensington, London pada 24 Mei 1819. Ia dibaptiskan di Ruang Cupola dari Istana Kensington pada 24 Juni 1819 oleh Uskup Agung Canterbury (Charles Manners-Sutton), dan orang tua baptisnya adalah Prince Regent, Kaisar Alexander I dari Russia (untuk menghormatinya, ia diberikan nama pertama sesuai dengan Kaisar Alexander), Ratu Charlotte dari Württemberg dan Dowager Duchess dari Saxe-Coburg-Saalfeld.

Meskipun dibaptiskan dengan nama Alexandrina Victoria, sejak lahir ia secara resmi disebut Yang Mulia Putri Victoria dari Kent.
Selengkapnya...

Kerajaan Majapahit


Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo, Kepulauan Sulu, Manila (Saludung), hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468[7].

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Selengkapnya...

Romawi Kuno


Romawi Kuno adalah sebuah peradaban yang tumbuh dari negara-kota Roma didirikan di Semenanjung Italia di sekitar abad ke-9 SM. Selama keberadaanya selama 12 abad, kebudayaan Romawi berubah dari sebuah monarki ke sebuah republik oligarki sampai ke kekaisaran yang luas. Dia datang untuk mendominasi Eropa Barat dan wilayah sekitar di sekitar Laut Tengah melalui penaklukan dan asimilasi. Namun beberapa faktor menyebabkan kemerosotannya.
Sebelah barat kekaisaran, termasuk Hispania, Gaul, dan Italia, akhirnya pecah menjadi kerajaan merdeka pada abad ke-5; kekaisaran timur, diatur dari Konstantinopel, disebut sebagai Kekaisaran Romawi Timur setelah tahun 476, tanggal tradisional "kejatuhan Romawi" dan kelanjutannya Zaman Pertengahan.

Peradaban Romawi seringkali dikelompokan sebagai "klasik antik" bersama dengan Yunani kuno, sebuah peradaban yang menginspirasikan banyak budaya Romawi Kuno. Romawi Kuno menyumbangkan banyak kepada pengembangan hukum, perang, seni, literatur, arsitektur, dan bahasa dalam dunia Barat, dan sejarahnya terus memiliki pengaruh besar dalam dunia sekarang ini.
Selengkapnya...

Cleopatra VII Philopator


Cleopatra VII Philopator (Yunani: Κλεοπάτρα Φιλοπάτωρ; Januari 69 SM – 12 Agustus 30 SM) adalah ratu Mesir kuno, anggota terakhir dinasti Ptolemeus. Walaupun banyak ratu Mesir lain yang menggunakan namanya, dialah yang dikenal dengan nama Cleopatra, dan semua pendahulunya yang bernama sama hampir dilupakan orang.

Ia adalah penguasa Mesir bersama ayahnya Ptolemeus XII, saudara laki-laki sekaligus suaminya: Ptolemeus XIII dan Ptolemeus XIV, dan akhirnya anaknya Caesarion. Cleopatra berhasil mengatasi kudeta yang dirancang oleh pendukung saudara laki-lakinya dengan bersekutu dengan Julius Caesar dan dilanjutkan Mark Antony. Cleopatra memiliki 1 anak dari Julius Caesar dan 3 anak dari Mark Antony (dua diantaranya adalah kembar).

Cleopatra bunuh diri sewaktu Augustus (Octavianus) naik tahta dan menyerang Mesir, dengan cara memasukkan tangannya sendiri kedalam keranjang penuh ular berbisa ( Asp / sejenis Cobra asal Afrika Utara). Kisah hidupnya sering didramatisasikan dalam berbagai bentuk karya, termasuk "Antony and Cleopatra" dari William Shakespeare dan beberapa film modern.
Selengkapnya...